Kamis, 27 Februari 2014

REHAT 0030 ES DAWET PANTURA



Maz Blangkon habis mengajak Kampret bersilaturahim di rumah pamannya, di Nginden- Surabaya. Jika berangkatnya dari Jogja ke Surabaya lewat jalur selatan, maka sengaja pulangnya lewat Pantura. Maz Blangkon dan Kampret pingin menikmati sensasi arena wisata WBL (Wisata Bahari Lamongan) dan Es Dawet Pantura di Palang-Tuban.
Kampret             :  “Wah, dahsyatnya maz WBL ini ! Segala arena hiburan dan permainan begini banyaknya, sampai kita dibuat lelah sendiri”.
Maz Blangkon  : “ Ya betul Pret. Dan harga-harga kuliner, oleh-oleh, kerajinan, dsb, relatif semuanya wajar, Pret. Tidak ada yang nuthuk !
Kampret         : “Apa itu karena bagusnya penataan sejak awal oleh Pemda dan manajemen selaku pelaksana, ya maz?”
Maz Blangkon    : “Mestinya begitu Pret, sehingga semua pengunjung yang datang kesini merasa aman dan nyaman”.
Kampret          : “Oh ya, maz Blangkon, hayo jangan lupa, katanya saya mau diajak cari ES DAWET PANTURA ?!”
Maz Blangkon     : “Tak usah khawatir, dên Bagus Kampret! Bersiaplah kamu untuk glegekkên!”
Maz Blangkon mengajak Kampret keluar WBL, dan bergerak ke barat sekitar 10 km, sudah memasuki wilayah Palang, kabupaten Tuban, tlatah Ronggolawe, sekaligus asal kelahiran Sunan Kalijaga. Ya, ini karena Sunan Kalijaga (RM. Said) adalah putra dari Adipati Wilwatikta (Adipati Tuban, zaman Majapahit akhir).
Mulai terlihat warung-warung sederhana, yang sebagian diantaranya berada di bawah keteduhan pohon-pohon besar Asêm atau trembesi. Maz Blangkon dan Kampret masuk di salah satu warung, langsung memesan Es Dawet Pantura, sambil menikmati gorengan tempe gembus dan heci hangat-hangat. Beberapa saat kemudian, Es Dawet Pantura pun siap dinikmati.
Kampret         :  “Waduh maz, ini bumbunya gembus dan heci sangat berasa. Nikmat ! Dan ini maz…, es dawetnya, suegerrr… dan nikmat sekali ! Wah, lidah saya jadi berjoget maz !”
Maz Blangkon : “Syukurlah Pret, kamu betul-betul menikmatinya ! Gembus dan hecinya sangat berasa, karena orang-orang Pantura dan Jawa Timur ini biasa memasak dengan bumbu yang kuat, Pret. Sedang Es dawetnya begitu nikmat, karena santannya lumayan kental dan gulanya murni pake gula nira !”
Kampret            :  “Haaaik… Haaaik…, Alhamdulillah ! Terasa full basah urat-uratku, maz !”
Maz Blangkon : “Nikmati yang halal sepuasmu, dên Bagus Kuuampret ! Haaaik… Haaaik…, waduhh melu-melu glegekkên aku !”



Ft :
  • Pingin (jawa) = ingin.
  • Nuthuk (jawa) = memukul (kepala). 
  • Nuthuk rego = memberi harga tinggi (di luar kewajaran).
  • Glegekkên/antop (jawa) = sendawa. 
  • Tlatah (jawa) = wilayah kekuasaan. 
  • Tlatah Ronggolawe = wilayah kekuasaan Ronggolawe (di zaman Majapahit).
  • Tempe gembus (jawa) = tempe dari ampas tahu.
  • Heci  = sebutan gorengan di Jawa Timur semacam bakwan.
  • Melu (jawa) = ikut.
 

Minggu, 16 Februari 2014

REHAT 0029 WADUH, KENA AKU !


Seorang pemuda yang sedang dalam perjalanan di Blitar - Jawa Timur. Karena telah masuk waktu sholat, maka pemuda itupun masuk ke sebuah mushola terdekat untuk ikut sholat berjamaah.
Setelah sholat jamaah berlangsung yang imamnya adalah seorang kakek tua, ternyata pemuda ini merasa terganggu, karena sang imam kakek tua dianggap terlalu banyak polah, ya goyang-goyang badanlah, ya garuk-garuk bagian badan yang gatal lah, belum lagi juga batuk-batuknya, serta bacaan yang tidak lagi tartil, karena sebagian gigi yang sudah ompong !
Sang pemuda merasa terganggu, sholat merasa tidak nyaman, tidak mantap, dan dalam hati pikirannya, ingin pemuda itu nanti akan mengulang sholatnya lagi di tempat lain.
Tapi betapa kagetnya sang pemuda, manakala sholat jamaah telah selesai, imam telah salam kanan-kiri, tiba-tiba sang kakek imam menengokkan kepala ke arah sang pemuda, menatap tajam kepada sang pemuda dan berkata : “Wong Gusti Allah waê ora opo-opo, lha kowe kok malah mikir macem-macem !”
“Waduh, kena aku !” Sang pemuda tertegun dan sejenak menatap kepada sang kakek imam, dan menyadari bahwa sang kakek ternyata termasuk orang-orang yang diberi kelebihan Allah, bisa merasakan dan membaca pikiran orang !
Maz Blangkon    : “Tahukah kamu Pret, siapakah sang pemuda dalam cerita ini?”
Kampret              : “Lha siapa maz, ‘ra ngerti aku”.
Maz Blangkon  : “Sang pemuda itu adalah Cak Nun… Emha Ainun Najib…, pemuda asal Jombang – Jawa Timur, yang sekarang bersama keluarganya tinggal di Jogja ini”.
Kampret           : “Mungkin waktu itu Cak Nun sengaja banyak lakukan perjalanan untuk cari kaweruh dan pengalaman hidup dari kampus UK, ya maz?”
Maz Blangkon    : “Apa itu UK, Pret?”
Kampret              : “Universitas Kehidupan, maz ! Gitu aja tak tahu !”
Maz Blangkon    : “Wah, wah…, mr. Kampret makin pinter dan kreatif aja, nih?”
Kampret           : “Hayoo, kalo ngledek lagi…, nanti tak ada lagi traktir Bakso pentholan okeh, lho !”
Maz Blangkon    : “Oh ya ya, maaf mr. Kampret sing apikan !”

Ft :
  • Polah (jawa) = gerak. Banyak polah = banyak gerak. 
  • Wong Gusti Allah waê ora opo-opo, lha kowe kok malah mikir macem-macem! (jawa) = Tuhan 
  • (Gusti) Allah saja tidak mempermasalahkan, sedang kamu kok malah berpikir macam-macam! 
  • ‘ra ngerti aku (jawa) = saya tidak tahu. 
  • Kaweruh (jawa) = ilmu pegetahuan. 
  • Bakso pentholan okeh (jawa) = Bakso dengan butir-butir bakso yang banyak. 
  • Apikan (jawa) = baik hati.