Maz Blangkon habis mengajak Kampret bersilaturahim di rumah
pamannya, di Nginden- Surabaya. Jika berangkatnya dari Jogja ke Surabaya lewat
jalur selatan, maka sengaja pulangnya lewat Pantura. Maz Blangkon dan Kampret pingin
menikmati sensasi arena wisata WBL (Wisata Bahari Lamongan)
dan Es Dawet Pantura di Palang-Tuban.
Kampret : “Wah, dahsyatnya maz WBL ini !
Segala arena hiburan dan permainan begini banyaknya, sampai kita dibuat lelah
sendiri”.
Maz Blangkon : “ Ya betul Pret. Dan harga-harga kuliner, oleh-oleh,
kerajinan, dsb, relatif semuanya wajar, Pret. Tidak ada yang nuthuk !
Kampret : “Apa itu
karena bagusnya penataan sejak awal oleh Pemda dan manajemen selaku pelaksana,
ya maz?”
Maz Blangkon : “Mestinya
begitu Pret, sehingga semua pengunjung yang datang kesini merasa aman dan
nyaman”.
Kampret : “Oh ya, maz
Blangkon, hayo jangan lupa, katanya saya mau diajak cari ES DAWET PANTURA ?!”
Maz Blangkon : “Tak usah
khawatir, dên Bagus Kampret! Bersiaplah kamu
untuk glegekkên!”
Maz Blangkon mengajak Kampret keluar WBL, dan bergerak ke barat
sekitar 10 km, sudah memasuki wilayah Palang, kabupaten Tuban, tlatah
Ronggolawe, sekaligus asal kelahiran Sunan Kalijaga. Ya, ini karena Sunan
Kalijaga (RM. Said) adalah putra dari Adipati Wilwatikta (Adipati Tuban, zaman
Majapahit akhir).
Mulai terlihat warung-warung sederhana, yang sebagian diantaranya
berada di bawah keteduhan pohon-pohon besar Asêm atau trembesi. Maz Blangkon dan Kampret masuk di salah satu
warung, langsung memesan Es Dawet Pantura, sambil menikmati
gorengan tempe gembus dan heci hangat-hangat. Beberapa saat
kemudian, Es Dawet Pantura pun siap dinikmati.
Kampret : “Waduh maz, ini bumbunya gembus dan heci
sangat berasa. Nikmat ! Dan ini maz…, es dawetnya, suegerrr… dan nikmat sekali
! Wah, lidah saya jadi berjoget maz !”
Maz Blangkon : “Syukurlah Pret, kamu betul-betul menikmatinya ! Gembus
dan hecinya sangat berasa, karena orang-orang Pantura dan Jawa Timur ini
biasa memasak dengan bumbu yang kuat, Pret. Sedang Es dawetnya begitu nikmat,
karena santannya lumayan kental dan gulanya murni pake gula nira !”
Kampret : “Haaaik… Haaaik…, Alhamdulillah ! Terasa full
basah urat-uratku, maz !”
Maz Blangkon : “Nikmati yang halal sepuasmu, dên Bagus Kuuampret ! Haaaik… Haaaik…, waduhh melu-melu glegekkên aku !”
Ft :
- Pingin (jawa) = ingin.
- Nuthuk (jawa) = memukul (kepala).
- Nuthuk rego = memberi harga tinggi (di luar kewajaran).
- Glegekkên/antop (jawa) = sendawa.
- Tlatah (jawa) = wilayah kekuasaan.
- Tlatah Ronggolawe = wilayah kekuasaan Ronggolawe (di zaman Majapahit).
- Tempe gembus (jawa) = tempe dari ampas tahu.
- Heci = sebutan gorengan di Jawa Timur semacam bakwan.
- Melu (jawa) = ikut.