Maz Blangkon nampak menikmati betul istirahatnya setelah seharian
bekerja. Habis mandi dan sholat ashar, lalu duduk-duduk santai di kursi teras
rumah, sambil nyruput teh nasgitel dan mengunyah pisang raja godok
hangat-hangat, sementara ditangannya harian Koran lokal yang dibaca halaman
demi halaman.
Tapi tiba-tiba Kampret datang, langsung duduk di depan maz
Blangkon, sambil menarik panjang nafasnya…dilepas, tarik napas panjang lagi… dan dilepas lagi.
Bahasa tubuh semacam ini dari Kampret, maz Blangkon faham, ada yang ingin
disampaikan Kampret.
Maz Blangkon
|
:
|
“Silahkan mister Kampret…, nampaknya ada sesuatu yang mau
diceritakan ?”
|
Kampret
|
:
|
“Hahhh…betul maz. Tadi waktu pulang kerja saya sempat lihat
sekumpulan anak-anak muda yang lagi mengarak laki-laki paruh baya…, mau
dibawa ke kantor Polisi, katanya!”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Lha masalahnya apa, Pret ?”
|
Kampret
|
:
|
“Tadi sudah sempat tanya, ada keterangan bahwa laki-laki itu
seorang pemabok, biasa bikin resah kampung. Terakhir, dia dalam
kondisi mabok menempeleng anak balitanya yang lagi minta uang untuk jajan
sampai keluar darah dari hidung dan telinganya. Kakek si anak tadi tidak
terima, maka bersama anak-anak muda kampung membawanya ke kantor Polsek. Sang
kakek sudah tak tahan perbuatan menantunya, katanya.”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Masya Allah,… kasihan anak balitanya. Ya, itulah Pret…, mabuk
itu ibunya kejahatan ! Dari awal mabok, lalu lupa diri, maka
banyak macam kejahatan bisa dilakukan : memukul, membunuh, berzina, memalak,
berkelahi, dsb. Wahh Pret, saya jadi ingat kejadian beberapa waktu lalu…”
|
Kampret
|
:
|
“Apa itu maz ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Sepasang suami – istri… tiap hari sukanya gégéran terus.
Yang laki-laki suka mabok, yang perempuan kurang bisa menjaga mulutnya. Sampai
kemudian lahir 3 anak laki-laki dari perkawinan mereka. Akhlak yang buruk
dari orang tuanya, anak-anak ini sejak masih kecil sudah kenyang dengan
umpatan-umpatan orang tuanya, terutama kalimat “wuto mripatmu” (buta
matamu !), tiap anak-anak itu melakukan kesalahan ! Tahu mister Kampret,
apa yang terjadi ?”
|
Kampret
|
:
|
“Lho kok malah Tanya saya to… maz ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“He he he… hanya untuk menggodamu saja, kamu kok nampak terlalu sangat
amat serius mendengarkan. Nah, apa yang terjadi Pret ? anak kesatu, kelas 2
SD matanya buta ! Disusul anak kedua, kelas 1 SD matanya buta !
Dan anak ketiga, kelas 3 SD matanya buta ! jadi ketiga anaknya jadi
buta semuanya!”
|
Kampret
|
:
|
“Masya Allah…, naudzubillahi mibdzaalik ! Wahh…,
ngeri maz saya mendengarnya ! Amat kasihan anank-anak itu… akibat umpatan
berkali-kali orang tuanya, yang tidak lain jadi do’a buruk orang tua
pada anak-anaknya !”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Betul Pret ! Allah Maha Berkehendak ! Allah kabulkan do’a buruk
orang tuanya lewat umpatan-umpatannya ! Dan Allah jadikan itu sebagai
pelajaran dan peringatan amat berharga bagi keluarga-keluarga lainnya ! Kita
semua berlindung kepada Allah dari hal-hal demikian !”
|
Kampret
|
:
|
“Ya maz, kita berlindung kepada Allah dari semua keburukan
dunia dan akhirat ! Amin !”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Hemmhh… makin bijaksana saja do’a-do’amu, Pret !”
|
Kampret
|
:
|
“Kampret di lawan !”
|
Ft :
- Gégéran = bertengkar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar