Rencana
berbulan-bulan maz Blangkon, Kampret dan kawan-kawan untuk punya Padepokan
Anak-anak Jalanan tercapai sudah, meskipun masih dalam bentuk sederhana.
Padepokan itu diberi nama PADEPOKAN AMAN (Anak Mas Andalan).
Diharapkan anak-anak jadi aman masuk ke dalamnya, dan anak-anak menjadi
anak mas, anak bermutu dan dapat diandalkan lahir-batin di kemudian hari nanti.
Begitulah penjelasan maz Blangkon sebagai ketua Padepokan pada saat
syukuran pembukaan Padepokan. Dalam pengelolaannya maz Blangkon banyak dibantu
para mahasiswa yang peduli pada anak-anak jalanan.
Tapi manakala wartawan datang ingin buat berita liputan, sang
wartawan jadi senyum sendiri, karena para pengelola laki-laki, maz Blangkon /
Kampret dkk, bersama-sama dengan ramah menerima sang wartawan dengan kepala
sama-sama menthulus alus-alus.
Wartawan
|
:
|
“Ada makna apa nih maz Blangkon dengan kepala-kepala yang pada
menthulus ini ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Makna ada 2 mas. Pertama, sebagai wujud rasa syukur, siap
melangkah dengan hati bersih, yang ditandai bersihnya kepala pula dari
rambut. Kedua, melaksanakan nadzar kami bersama”.
|
Wartawan
|
:
|
“Kalo boleh tahu maz, dorongan terbesar apa dari maz Blangkon dkk
atas berdirinya PADEPOKAN AMAN ini ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Ok mas. Begini, berhubung berjuang di Padepokan ini betul-betul
membutuhkan semangat pengabdian dan keikhlasan yang terjaga, maka sejak awal
sebelum Padepokan berdiri, kami pengelola harus sudah membangun dasar
sikap kami dulu, bahwa kami semua pengelola Insya Allah akan bergerak
atas landasan SIKAP DASAR yang kami sebut sebagai AmRAH, yakni Aplikasi
makhluk Rahmatan lil ‘Alamin ! kami ingin kehidupan dan kehadiran
kami di Bumi ini memiliki nilai manfaat sebaik-baiknya”.
|
Wartawan
|
:
|
“Wah syukur dan hormat kami maz atas semuanya. Dan…. Maaf maz,
saya masih sedikit tertarik dengan fenomena plontos alias menthulusnya
kepala maz Blangkon dkk. Apa masih ada terbesit fenomena lain yang ingin
diungkapkan ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“He he…, nampaknya Sampeyan sangat tertarik dengan hal-hal
yang nampak menthulus alus ya….he..he ?”
|
Kampret
|
:
|
“Tul maz Blangkon, mas war ini suka serba selidik hal hil yang
menthulus-menthulus….!”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Ya sudah… sudah ! Begini mas, gundulku…, gundulmu
Kampret, dan gundul kami semua, akhirnya karena pertanyaan sampeyan,
jadi ingatkan saya pada gundulnya hutan kita ! Perjalanan saya ke banyak
kota-kota di Pulau Jawa beberapa waktu lalu, yang mana jarak antar kota di
masa lalu selalu dihubungkan dengan tanah sawah, ladang dan hutan-hutan. Tapi
sekarang hutan-hutan itu sebagian besar telah tiada. Bahkan wilayah tiga
kabupaten yang terkenal dengan Hutan Jati terbaik se Asia, yakni Tuban
– Bojonegoro – Blora, sebagian besar hutan Jatinya juga sudah habis. Kalo
ada sisa hutan, itu hanya yang di pinggir jalan saja, sebagai kamuflase,
sebagai tameng. Tapi hutan bagian dalam habis juga. Hancurnya hutan, berarti
hancurnya ekosistem juga yang ada di dalamnya. Berarti hancurnya juga Hayati
penyerap CO2 dan Produsen Oksigen. Maka maklumlah Dunia makin
panas.
|
Kampret
|
:
|
“Kalo data statistik, maz Blangkon tahu tidak, seberapa besar
kerusakan dan kehancuran hutan kita secara nasional ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Iya Pret. Kalo berdasar info dari Menteri Kehutanan kita, bahwa secara
nasional kita kehilangan hutan 1,5 juta Ha/Tahun.
Berarti hutan kita hilang 4.107 Ha/hari
Berarti hutan kita hilang 171 Ha/jam
Berarti hutan kita hilang 2,9 Ha/menit.
Atau dibulatkan jadi 3 Ha/menit !
|
Wartawan / Kampret
|
:
|
“Masya Allah, ternyata dahsyat sekali kerusakan hutan kita ! Kalo
pelaku-pelaku kerusakannya itu siapa saja maz ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Sesuai laporan dari LSM Peduli Hutan, pelakunya itu merata, ya
aparat, ya sebagian pengusaha kayu, penadah kayu dalam dan luar negeri,
petugas pelabuhan kayu, juga sebagian anggota masyarakat sendiri”.
|
Wartawan
|
:
|
“Butuh pemimpin yang kuat ya maz untuk selamatkan hutan kita,
hijaukan kembali lahan kita ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Betul sekali, mas. Kalo saya sendiri juga ada ide dan harapan,
bahwa dalam rangka Nyamankan kehidupan, Selamatkan kehidupan,
maka kita HIJAUKAN NEGERI ! Implementasinya, tiap pelajar/mahasiswa
baru/pengantin baru/PNS baru dll, diwajibkan serahkan bibit tanaman berkayu 1
tanaman / orang saja. Operasional lapangan diserahkan ke Pemda masing-masing.
Insya Allah, dalam waktu cepat reboisasi massal rakyat akan terjadi dengan
jutaan tanaman baru tiap tahunnya. Demikian ya mas wartawan. Cukup ya. Kêsêl
aku ngomong terus!”
|
Wartawan
|
:
|
“He…he, Ok ok maz Blangkon. Kamsia, terima kasih sekali atas
semuanya. Mohon pamit. E e e… tak ngabisin bajigurnya dulu ! Mundhak
diombe Kampret… he he !”
|
Ft :
-
Menthulus
alus (jawa) = kepala botak halus.
-
Sampeyan
(jawa) = anda.
-
Gundul
(jawa) = plontos. Bisa juga berarti kepala (jawa Jogja). Gundulku = Kepalaku.
- Mundhak diombe Kampret (jawa) = (cepatlah) nanti keduluan diminum
Kampret.