Kampret diajak maz Blangkon ke Semarang mengunjungi teman lamanya
(Prasetio, namanya), yang sejak kepindahannya ke Semarang belum pernah tilik.
Prasetio dan istrinya (mbak Cicik) sudah sangat akrab dengan maz Blangkon.
Keluarga Prasetio tinggal agak masuk ke desa di wilayah kabupaten semarang ;
jarak rumah dan tetangga-tetangganya agak berjauhan.
Sampai depan rumah Prasetio, maz Blangkon dan Kampret segera
berhenti. Nampaknya dalam rumah ada suasana “perang”. Ada suara mbak Cicik yang
lagi marah, ditingkahi dengan barang-barang dapur yang melayang dari Cicik ke arah
Prasetio. Sendok, garpu, saringan teh, enthong,… melayang ! Disusul panci air,
baskom, bermacam-macam barang dapur plastic berhamburan, dan tiba-tiba … PIRING
TERBANG … duarr … pyarrr!!! Sontak dari dalam rumah semua terdiam. Tanpa suara!
Hanya nafas dan dada Prasetio dan Cicik yang naik turun !
Segera maz Blangkon manfaatkan kondisi “Genjatan Senjata” itu untuk
ketuk pintu.
Maz Blangkon : “Assalamu’alaikum. Saya maz Blangkon. Apa
boleh masuk ?”
Prasetio dan Cicik kaget, dan sambil menahan malu keduanya keluar
mempersilahkan tamunya masuk. “Ha ha ha, anak-anak pada sekolah, bapak ibunya
lagi “main bersama” ya? Boleh saya duduk? Perkenalkan ini teman karib saya, maz
Kampret, pemuda paling tampan se-RT saya di Jogja!” maz Blangkon berusaha
cairkan suasana.
Cicik :
“Iya maz Blangkon, maaf ya. Silahkan-silahkan !” sambil Cicik memunguti barang
dapur yang tersebar kemana-mana.
Setelah semua teratur kembali, Prasetio sebagai tuan rumah berusaha
ambil inisiatif.
Prasetio :
“Maz Blangkon, engkau adalah salah satu teman terbaikku. Maz sudah lihat
sendiri kami tadi lagi apa. Semoga Maz Blangkon bisa jadi penengah antara
kami”.
Maz Blangkon : “Baiklah
kalo begitu. Semoga apa yang kita ikhtiarkan jadi kebaikan kita bersama ya.
Silahkan mbak Cicik dan kamu Pras sampaikan secara singkat semua isi hati.
Boleh teman saya ini (Kampret) bersama disini, atau keluar dulu?”
Prasetio dan Cicik saling berpandangan dan persilahkan Kampret
bersama saja, agar jadi pembelajaran baginya.
Cicik :
“Begini maz Blangkon, sejak pindah dari Solo setahun lalu, kami berusaha bangun
kembali usaha. Tapi perkembangan relatif belum ada. Tapi justru dalam kondisi
begini mas Pras ini malah banter merokoknya. Akibatnya kemudian dia turun
staminanya, mudah batuk dan mudah sakit, kerja kurang, juga mulai lemah
syahwatnya. Sudah 3 bulan saya tidak dapat nafkah batin. Saya ingin mas Pras
berhenti merokok dan membangun sesuatu yang baru, yang cocok dengan kondisi
wilayah ini.
Maz Blangkon : “Benar
demikian Pras? Tolong jawab dengan jujur dan ikhlas saja, agar Insya Allah
semuanya ketemu”.
Prasetio :
“Betul maz. Tapi sebetulnya saya merokok itu untuk mengurangi stressing saya”.
Maz Blangkon : “Kamu
dulu itu saya kenal sebagai teman baik yang baik pula dalam mengelola stress
lho ; ya dengan ngajak jalan-jalan, cangkriman di angkringan, baca buku, tingkatkan
ibadah, dll. Nah, sekarang begini saja, kita akan buat kesepakatan-kesepakatan
yang disetujui bersama oleh mbak Cicik dan kamu, Pras. Saya sebagai saksi.
Siapa yang melanggar, berarti masuk sebagai TEMAN YANG TIDAK DAPAT dipercaya.
Setuju ?”
Prasetio / cicik :
“Setuju, maz !”
Maz Blangkon : “Ok.
Inilah kesepakatan-kesepakatannya : Sejak detik ini tak ada lagi “perang
atau piring terbang”. Berdua saling memaafkan dan saling mengerti dengan ikhlas
dan rasa cinta. Prasetio berhenti merokok, tapi boleh merokok maksimal 2 batang
sehari. Lepas total, lebih baik! Bersama mencari trobosan baru yang
menguntungkan. Masalah penguatan dana, Insya Allah saya akan bantu carikan.
Lemah syahwat Prasetio harus segera dicarikan jalan keluarnya, agar harmoni
dan sakinah keluarga terjaga. Dalam masa pengobatan lemah syahwat, mbak Cicik
hendaknya ikhlas, sabar dan membantu penyelesaiannya”. Semua setuju ?
Prasetio/Cicik : “Baik
maz, setuju !” Tapi maaf maz, jika ada info atau masukan, tentang usaha baru
dan pengobatan lemah syahwat !”
Maz Blangkon : “ OK,
saya ad ide. Mbak Cicik pandai masak. Kamu Pras, pandai marketing.
Wilayah ini terkenal dengan TAHU BAKSO. Silahkan rintis itu. Mbak Cicik produksinya,
kamu Pras, pemasarannya !
Prasetio / Cicik : “Sip,
sip, … Alhamdulillah. Ok, maz !! Tentang masalah lemah syahwat ?
Maz Blangkon : “untuk
lemah syahwat laki-laki, juga frigid (dingin) pada perempuan, serta
tidak subur, maka pake MABIKAH (Madu, Probiotik (Biosyafa) dan
kecambah). Ini larutan godokan kecambah dari kedelai lokal, tambah madu, tambah
probiotik Biosyafa. Untuk wilayah semarang, guna keperluan MABIKAH, hubungi
agennya, Ibu Murni, di komplek Saptamarga (Semarang Barat) > hubungi
0857 2793 9250. Untuk wilayah lain, agennya lain lagi”.
Prasetio :
“Terima kasih maz, Terima kasih maz. Semoga semuanya jadi jalan keluar, ya!”
Amin.
Maz Blangkon : “Nah,
sebagai tanda persetujuan kesepakatan dan tetap saling mencintai, kalian berdua
berdiri dan bersalaman!”.
Tiba-tiba Prasetio dan Cicik segera bangkit berdiri, bersalaman erat,
berpelukan …, dan cipika-cipiki!
Kampret :
Wahh, kok tambah BONUS peluk dan cipika-cipiki?”
Maz Blangkon : “Yo,
ben to Pret ! mereka suami-istri,kok! Makanya kamu cepet mbojo
saja to, Pret!”.
Ft :
·
Tilik
(jawa) = mengunjungi
·
Banter
(jawa) = cepat atau banyak (Banter merokoknya = banyak merokoknya)
·
Yo
ben (jawa) = biarlah
·
Cepet
mbojo (jawa) = cepatlah menikah