Habis isya’, maz Blangkon coba mencermati koran hari ini yang belum
sempat terbaca. Tiba-tiba Kampret datang dengan sepeda onthelnya membawa jadah
bakar hangat-hangat. Sejenak Kampret masuk ke dalam rumah, tapi sebentar
kemudian sudah keluar kembali bawa jadah bakar plus kopi panas. Maz Blangkon
tersenyum, sambil mulai menahan … air liurnya !
Kampret :
“Heh maz, mau tanya nih !”
Maz Blangkon : “Ya
langsung saja to, Pret !”
Kampret :
“Begini maz, keturunan (trah) raja-raja, selama ini otomatis langsung dimasukkan
sebagai keluarga bangsawan. Padahal sebetulnya cukup banyak dari mereka
kwalitasnya biasa-biasa saja. Tapi sebaliknya, dari rakyat kecil cukup sering
ditemui orang-orang dengan kwalitas tinggi. Mereka cerdas, ramah, suka
berkarya, bersemangat membangun, punya jasa-jasa terhadap masyarakatnya! Tapi
karena dari rakyat biasa, maka tetaplah mereka di anggap bukan bangsawan. Nah,
ini bagaimana maz? Terus terang nuraniku tidak cocok jika pandangan
kebangsawanan seperti itu !”
Maz Blangkon : “Wah,
nuraninya cukup peka ya, Pret ! Makna kebangsawanan itu ada 2, Pret. Pertama,
Bangsawan karena silsilah keturunan. Kedua, bahwa kebangsawanan adalah Akhlak yang Terpuji. Inilah makna HAKEKAT
KEBANGSAWANAN itu, Pret! Jadi fenomena rakyat kecil yang berkwalitas
sebagaimana ceritamu, ya itulah gambaran “Para Bangsawan” sesungguhnya.
Kampret :
“Trus, kalo kwalitas bagus itu ada pada orang-orang yang memang keturunan
raja-raja?!”
Maz Blangkon : “Ya,
itulah “Bangsawan Paripurna”, Pret ! Keturunan Ok, kwalitas pribadi juga Ok !
Tapi punjer utamanya ya tetap AKHLAK YANG TERPUJI, Pret !
Ft :
- Jadah bakar (jawa) = makanan tradisional dengan bahan dasar beras ketan, yang setelah ditanak, lalu ditumbuk. Setelah jadi jadah, kemudian dibakar.
- Punjer (jawa) = titik sentral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar