Rabu, 29 Januari 2014

REHAT 0019 KEBANGSAWANAN



Habis isya’, maz Blangkon coba mencermati koran hari ini yang belum sempat terbaca. Tiba-tiba Kampret datang dengan sepeda onthelnya membawa jadah bakar hangat-hangat. Sejenak Kampret masuk ke dalam rumah, tapi sebentar kemudian sudah keluar kembali bawa jadah bakar plus kopi panas. Maz Blangkon tersenyum, sambil mulai menahan … air liurnya !
Kampret                  : “Heh maz, mau tanya nih !”
Maz Blangkon        : “Ya langsung saja to, Pret !”
Kampret                : “Begini maz, keturunan (trah) raja-raja, selama ini otomatis langsung dimasukkan sebagai keluarga bangsawan. Padahal sebetulnya cukup banyak dari mereka kwalitasnya biasa-biasa saja. Tapi sebaliknya, dari rakyat kecil cukup sering ditemui orang-orang dengan kwalitas tinggi. Mereka cerdas, ramah, suka berkarya, bersemangat membangun, punya jasa-jasa terhadap masyarakatnya! Tapi karena dari rakyat biasa, maka tetaplah mereka di anggap bukan bangsawan. Nah, ini bagaimana maz? Terus terang nuraniku tidak cocok jika pandangan kebangsawanan seperti itu !”
Maz Blangkon      : “Wah, nuraninya cukup peka ya, Pret ! Makna kebangsawanan itu ada 2, Pret. Pertama, Bangsawan karena silsilah keturunan. Kedua, bahwa kebangsawanan  adalah Akhlak yang Terpuji. Inilah makna HAKEKAT KEBANGSAWANAN itu, Pret! Jadi fenomena rakyat kecil yang berkwalitas sebagaimana ceritamu, ya itulah gambaran “Para Bangsawan” sesungguhnya.
Kampret           : “Trus, kalo kwalitas bagus itu ada pada orang-orang yang memang keturunan raja-raja?!”
Maz Blangkon    : “Ya, itulah “Bangsawan Paripurna”, Pret ! Keturunan Ok, kwalitas pribadi juga Ok ! Tapi punjer utamanya ya tetap AKHLAK YANG TERPUJI, Pret !

Ft :

  • Jadah bakar (jawa) = makanan tradisional dengan bahan dasar beras ketan, yang setelah ditanak, lalu ditumbuk. Setelah jadi jadah, kemudian dibakar. 
  • Punjer (jawa) = titik sentral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar