Maz Blangkon & Kampret Nampak menikmati betul singkong goreng
hangat & teh nasgitelnya. Keduanya yang berasal dari daerah sama,
sedang bincang-bincang tentang orang tua-orang tua yang dikenal di daerahnya.
Pak Prapto yang sekarang jadi juragan becak. Bu Ratmi yang dulu jualan kaki
lima, tapi sekarang sudah punya mini restoran. Pak Jamingan yang satpam pasar.
Pak Ghofar yang bersahaja, tapi sangat dihormati sebagai ustadz. Kang Gemblek
yang sekarang sakit-sakitan di tengah keluarganya yang tidak mampu. Pak
Asmungin, seorang petani 5 anaknya sarjana semua. Bu Atun yang sekarang
menderita HIV/AIDS, yang mana dulu termasuk penghuni favorit lokalisasi Dolly
Surabaya. Bu Atikah, janda yang sukses mengawal 3 putranya yang yatim sejak
masih kecil-kecil, dst.
Kampret manggut-manggut, dan sambil memandangi maz Blangkon yang
lagi nyruput teh nasgitelnya,
Kampret bertanya : “Heh maz,
menurutmu piye gambaran fenomena dari orang tua-orang tua di kota kita itu?”.
Maz Blangkon : “Ya itu
Pret, kalo coba kita simpulkan, jika mudanya sabar dan rajin kerja, tuanya jadi
makmur kaya.
Jika
mudanya shalih & rajin ngaji, tuanya makin shalih, jadi tempat orang banyak
bertanya.
Jika
mudanya sabar mendidik meskipun pas-pasan, tuanya dijunjung duwur
putra-putranya.
Jika
mudanya terus bekerja & berdo’a, tuanya hidup jadi mulia.
Jika mudanya hidup sembrono, tuanya jadi hidup sulit & sia-sia.
Jika mudanya hidup berburu kenikmatan, tuanya dapatkan kesulitan
& terhina.
Ft : Teh Nasgitel = Teh dengan cita rasa panas, legi (manis) &
kenthel (kental mantap).
Nyruput (jawa) = minum secara pelan-pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar