Maz Blangkon lagi duduk-duduk di pojok alun-alun. Tiba-tiba
melintas ibu paruh baya gandeng anaknya usia 4 tahunan. Tapi sekonyong-konyong
si kecil jatuh terantuk batu, dan lututnya luka kecil berdarah. Segera sang ibu
ambil air kemasan, cuci lutut itu, di lap dengan kain bersih, lalu dijilati
dengan air liurnya, sambil si kecil di dekap dan di belai-belai rambutnya.
Kemudian ibu & si kecil pun kembali berjalan. Si kecil kembali ceria &
tertawa bersama ibunya.
Maz Blangkon tiba-tiba meneteskan air mata, karena seperti itulah
yang selalu ibunya bertindak kala si Blangkon kecil jatuh. Air liur ibu yang
mengandung nitrit oksida akan cepat menetralkan
kuman atau bakteri pathogen pada luka.
Tapi yang tetap melekat dalam hati & terbayang di depan
matanya, adalah kasih sayang, perlindungan, jilatan & belaian sang ibu yang
kini telah tiada, padahal maz Blangkon merasa belum pernah berbuat apa-apa
untuk balas budi Sang bunda.
Maz Blangkon menyeka air mata & menghela napas panjangnya,
sambil berkata pada Kampret yang duduk di sampingnya : “Berbahagialah Pret, Kau
masih punya bapak-ibu. Kau masih punya kesempatan untuk berbakti, balas budi
& mulyakan bapak-ibumu! Sementara aku tinggal hanya bisa berdo’a. Bapak
ibuku meninggal sejak aku masih SMP”.
Ft : Eling (jawa) : Ingat (terutama pada sesuatu yang sangat
berkesan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar