Hari sabtu sore, terasa bagitu
longgar bagi maz Blangkon dan Kampret, dan juga untuk banyak orang tentunya.
Maz Blangkon selonjoran kaki, begitu juga Kampret, di atas dipan besar,
di pojok beranda rumah.
Kampret : “Maz, tadi saya layatan
di rumah teman. Tapi sayang maz, yang layat dari tetangga sekitar dan
teman-teman almarhum hanya sedikit. Kabarnya almarhum termasuk orang yang tidak
disukai. Sedang kata anaknya, teman saya itu, bapaknya sakit dobel kanker,
yakni sirosis (kanker hati) dan kanker usus. Sudah 3 tahun lebih
sakitnya, di atas ranjang, sudah banyak menguras dana, ORA MARI – ORA MATI.
Nah, itu bagaimana maz ? !”
Maz Blangkon : “Maaf Pret, sebelumnya diluruskan dulu, bahwa kita tidak membicarakan
almarhum, teman ayahmu itu. Tidak baik membicarakan orang yang sudah mati. Kita
bicara dalam lingkup umum ya, siapa saja ! memang berat Pret, orang yang
menderita penyakit berat, dalam waktu lama, ORA MARI – ORA MATI ! yang sakit
akan lelah terus-terusan merasa sakit. Keluarganya juga lelah lahir
batin terus mendampingi dan merawat. Dan yang pasti juga lelah keluar
dana terus-menerus. Jika ini terjadi pada orang beriman, maka Insya
Allah itu merupakan ujian kesabaran yang didalamnya ada pahala dan
ampunan. Sedang jika itu terjadi pada orang zalim, maka Insya Allah
itu merupakan cicilan siksa, sebelum siksa kubur dan akhirat.
Atau paling tidak, itu merupakan peringatan keras dari Gusti Allah agar yang
bersangkutan segera bertobat, karena waktu yang sudah makin sempit !”
Kampret : “Wah, terima kasih maz, Secangkir
Ilmu hikmah telah masuk dalam kalbuku. Alhamdulillah. Semoga kita semua
termasuk yang khusnul khotimah ya, maz !”
Maz Blangkon : “Amin… Amin… Amin…, Pret !”
Ft :
- Ora mari – ora mati (jawa) = tidak sembuh, tidak mati juga.
- Selonjor (jawa) = duduk santai sambil meluruskan kaki ke depan.
- Layatan (jawa) = menunjungi orang meninggal (takziyah).
- Khusnul khotimah = mati dalam kondisi amalan bagus dan di ridhoi Gusti Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar