Rabu, 02 April 2014

REHAT 0045 KUCINGKU TELU, KABEH LEMU-LEMU

Depan rumah maz Blangkon agak ke kanan, adalah rumah spesial ! meskipun rumahnya sederhana, tapi selalu bersih dan rapi. Halaman depan yang cukup luas, di sebelah kanan ada pohon gori yang agak besar, teduh, buahnya tumbuh susul menyusul. Sedang di sisi depan sebelah kiri ada pohon mangga madu dan belimbing wuluh. Maz Blangkon dan Kampret selalu kebagian mangga madu nan nikmat, jika pas musim mangga tiba.
Tapi sebetulnya bagi maz Blangkon dan Kampret, yang paling menarik dari rumah itu adalah penghuninya : mbah Kromo putri. Simbah Kromo Putri ini hidup sendiri, suaminya telah lama meninggal dunia. Kebetulan juga tiga putranya dan semua cucunya jauh semua di lain kota. Untuk itulah putra-putranya mencarikan teman untuk ibundanya, itulah mak sih, janda dengan anak yang sudah besar-besar tetangga sendiri, tak jauh dari rumah mbah Kromo putri.
Mbah Kromo putri sudah menjelang 80 tahun, tapi jalannya masih bertenaga. Maghrib, Isya’ dan shubuh selalu rajin ke Mushola. Tiap seminggu sekali dicucinya mukena. Meskipun sudah sepuh, tapi semangat untuk guyonan juga belum luntur. Kadang-kadang waktu tembangan “Kucingku Telu” di depan rumah sambil duduk di apit beberapa ekor kucing, sempat pula menggoda Kampret :
           Kucingku telu, kabeh lemu-lemu
           Sing siji abang, sing loro klawu
           Meong-meong, tak pakani lontong
           Atiku seneng, mas Kampret ndomblong
           (Kucingku tiga, semua gendut-gendut
           Yang satu merah, yang dua kelabu
           Meong-meong, saya beri makan lontong
           Hatiku senang, sedang mas Kampret ndomblong)
Mbah Kromo putri memang penyayang binatang. Jika ada sisa nasi, maka dicuci sisa nasi itu, ditiriskan, agar besok pagi bisa diberikan pada ayam dalam kondisi masih baik, meskipun itu ayam-ayam tetangga. Simbah menyediakan tempat khusus untuk tempat makan ayam-ayam. Begitu juga kepada kucing-kucing sekitar, kepala-kepala ikan selalu disisihkan dikumpulkan, lalu diberikannya pada kucing-kucing sekitar rumah waktu mereka muncul. Jika ditanya perihal tersebut, maka jawab mbah Kromo putri : “Untuk sedekah itu tidak sulit, lê ! Banyak hal bisa jadi jalan sedekah !”
Kampret        : “Iya maz ya, mbah Kromo putri tak pernah mau jual hasil buah gori ataupun mangga nya pas waktu panen, meskipun hasil buahnya banyak sekali ! semuanya diniatkan untuk sedekah. Kita selalu kebagian !”
Maz Blangkon  : “Betul Pret, semoga Allah mulyakan mbah Kromo putri dengan segala kebaikan dan keutamaannya, dengan Rahmat-Nya. Amin. Lha kalau kamu sendiri bagaimana Pret, kalo makan ikan ?”
Kampret           : “Ya untuk sementara ini, ikan-ikan itu saya makan semua maz. Kepala ikannya saya kremus, setelah lembut baru saya telan penuh !
Maz Blangkon  : “Kalo begitu kamu kalah dengan mbah Kromo putri, Pret. Nggak pernah mau eling sama kucing ! dan itu namanya nggragas, Pret !”
Kampret             :  “Masih kurang, maz !”
Maz Blangkon   : “Lha, yang tepat bagaimana?”
Kampret             : “Nggragas bin cluthak !”
Maz Blangkon   : “Huaa Ha Ha Ha Ha…!”



Ft : 
  • Kucingku telu, kabeh lemu-lemu (jawa) = kucingku tiga, semua gendut-gendut. 
  • Pohon gori (jawa/jogja) = pohon nangka. Di Jogja, nangka muda (gori) dipakai sebagai bahan utama pembuatan gudêg. 
  •  Blimbing wuluh (jawa) = blimbing untuk sayur. 
  • Sepuh (jawa) = tua. 
  •  Guyonan (jawa) = bercanda. 
  •  Tembangan (jawa) = bernyanyi. 
  • Ndomblong (jawa) = melihat tak berkedip, karena kecewa tidak kebagian. 
  • Kremus (jawa) = makan pelan-pelan dengan agak kuat, karena yang dimakan agak keras. 
  •  Eling (jawa) = Ingat. 
  • Nggragas (jawa) = apa-apa di makan. 
  • Cluthak (jawa) = apa-apa di makan, termasuk yang bukan haknya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar