Kalau ada
‘Waroeng Rakyat’ lahir batin, ya itulah angkringan Jogja. Banyak
‘alumni jogja’ yang ingatannya sampai tua tak pernah lupa dengan angkringan
ini. Ada ribuan angkringan di kota Jogja, tersebar dari tengah-tengah kota
sampai ke ujung-ujung kampong dan pelosok desa. Sedang di lingkungan kampung
kost para mahasiswa, seakan jadi Hukum Tak Tertulis = WAJIB
adanya !
Angkringan ini dengan caranya sendiri ikut menerima curahan pengeluaran
kuliner Jogja yang sekitar 2 milyar / hari. Angkringan telah menjadi salah satu
nafas penting kota Jogja.
Angkringan, telah membuat orang yang pernah masuk, teringat ingin kembali
lagi. Angkringan adalah wajah kesederhanaan, kebersamaan dan keakraban !
Angkringan
adalah ‘Waroeng Rakyat’ murah meriah. Mahasiswa luar Jawa,
tiba-tiba tampak jadi kaya di depan angkringan, karena standar harga makanan /
minuman hanya setengah atau sepertiga saja dibanding di daerah asalnya. Tapi
tetap saja ada mahasiswa yang ngutang, karena uang habis banyak
pengeluaran, atau memang… hobbi ngutang !
Angkringan
adalah ‘Waroeng Rakyat’ serba ada. Nasinya disebut Nasi Kucing
atau Nasi Bandem ! Sebungkus cukup Rp 1.000,- atau Rp 1.500,-. Tinggal
pilih macamnya : ada nasi teri, nasi oseng-oseng lombok, nasi oseng-oseng usus,
nasi oseng-oseng tempe, nasi bihun, nasi sambal ikan, dll. Lauknya amat beragam,
juga tinggal pilih : macam-macam gorengan dan baceman @ Rp 500,- atau
ayam goreng, cakar ayam, sate usus, sate telur puyuh, telur dadar pedas,
oseng-oseng usus atau kikil.. Kerupuk pun ada banyak macam krupuk juga : krupuk
rambak, krupuk Bandung, krupuk emping melinjo, krupuk ketela, dll. Rata-rata
per biji / bungkus Rp 500,-.
Sedang yang tak
kalah lengkap adalah menu minumnya. Segala minuman ada, kecuali minuman
keras ! minuman fabrikan berupa bubuk yang tinggal diseduh, tak terhitung
macamnya; dan sudah barang tentu minuman yang 100 % made in “Bakule Angkringan
(Kopi, kopi jahe, susu kopi, teh, jahe, sari jeruk, dll).
Maz Blangkon manggut-manggut, setelah menghayati secara
lebih dalam tentang angkringan, warung kesayangannya ! Kampret pun ikut
manggut-manggut pula.
Maz Blangkon
|
:
|
“Pret, tahukah kamu, masih ada sesuatu yang luar biasa, yang
tersimpan, sebagai salah satu kekuatan dan besarnya nilai manfaat Angkringan”.
|
Kampret
|
:
|
“Lha, apa maz ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Itu lho Pret, bahwa hampir pasti tiap angkringan itu
pengisi barang jualannya berasal dari banyak orang, tidak monopoli 1 orang
pemiliknya. Tetangga-tetangga atau kenalannya ikut ngisi pula. Ini artinya,
lewat angkringan, banyak perut terselamatkan ! lewat angkringan,
banyak ekonomi keluarga menengah ke bawah terjaga !”
|
Kampret
|
:
|
“Wah wah, ya maz ya ! Itu artinya, Angkringan = STD, ya ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Apa itu STD ?”
|
Kampret
|
:
|
“Sederhana Tapi Dahsyat, maz !”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“He…he…he, tul betul betul ! Kamu tambah rada pinter, Pret !”
|
Kampret
|
:
|
“He…he…he…, Kampret dilawan !
|
Ft :
-
Baceman
(jawa) = salah satu lauk (biasanya tahu / tempe) yang digodok dulu dengan air,
kecap dan bumbu, kemudian digoreng.
-
Manggut-manggut
(jawa) = menggerakkan wajah ritmis naik turun, pertanda memahami semata.
- Bakule angkringan (jawa) = penjual angkringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar