Senin, 14 April 2014

REHAT 0047 P - 21

Alun-alun utara sedang punya acara. Hari ulang tahun sebuah Stasiun TV swasta sengaja dipusatkan di sini. Kampret Nampak sendirian, karena maz Blangkon lagi ke luar kota. Habis isya’, bergegas Kampret menuju Alun-alun Utara, menyisir sisi utara, lalu berhenti di depan gedung PDHI, ada penjual bajigur, gorengan & kacang godok di situ. “Ini dia yang ku cari, uhuui !” seru Kampret pelan. Kampret segera menempatkan diri pada kursi yang masih kosong. Di sampingnya ada seorang bapak-bapak yang setengah sepuh, duduk di kursi sambil gendong cucunya.
Kampret           : “Nuwun sewu pak, ikut duduk di sini”.
Bapak               : “Silahkan nak, tidak nonton ke tengah Alun-alun sana ?”
Kampret           : “Tidak Pak. cukup dari kejauhan saja, sambil nemani bapak.. hehe !”
Bapak               : “Wah, terima kasih ya dikancani. Kalo boleh tahu siapa namanya, nak ?”
Kampret           : “Saya Kampret pak. lengkapnya Kampret Slamet Makdul”.
Bapak               : “Kok ada Makdul nya, nak … he he he. Ora ono sing madani !”
Kampret           :   “Inggih pak. kami keluarga sederhana di desa. Dulu waktu simbok mau melahirkan saya, katanya sulit sekali lahir. Bapak lalu berinisiatif undang mbah kaum untuk bantu do’a dengan nazar, bahwa jika saya lahir dan simbok selamat semuanya, maka saya akan diberi nama sama dengan nama mbah kaum, yakni Kampret. Sedang Slamet makdul, ya katanya saya tiba-tiba lahir dengan mudah, mak njedul, dengan selamat, maka kemudian tambahannya adalah Slamet Makdul!”
Bapak              : “Oooh begitu ya ! wahh, ceritanya lucu … heboh ! Tapi apa mbah Kaum namanya Kampret, nak ?”
Kampret         : “Bukan pak. Nama aslinya Fauzan. Awal belajarnya di Ponpes. Setelah pulang ke rumah, kabarnya salah gaul, salah kumpul, yang kemudian dapat nama paraban Kampret. Tapi setelah menikah beliau berusaha memperbaiki lagi semuanya. Tapi tentang nama, sudah terlanjur semua orang panggil Kampret. Bahkan ketika jadi mbah Kaum pun, orang-orang tetap panggil mbah Kampret, dan beliau nya ya tetap tenang-tenang saja. Begitu pak. kalo boleh tahu, asmanipun bapak ?”
Bapak               : “Saya Kasman, nak. Lengkapnya Kasman Karim !”
Kampret           : “Apa Karim nya itu tambahan juga, pak ?”
Pak Kasman   : “Betul Sekali. Dulu waktu SD kelas 3 atau 4 saya itu pemalu. Suka sembunyi-sembunyi jika ketemu guru. Selalu dag dig dug jika di minta maju ke depan. Nah, Pak Karim lah, guru wali kelas yang sabar, ajak omong-omong saya, diberi cerita, diajak guyonan dan di motivasi. Jadi Pak Karim itu ya pak guru, tapi sekaligus ya seperti bapak, kakak dan teman. Saya kemudian bangkit nak. Saya jadi berani, ceria, dan rajin belajar. Saya jadi juara lomba Ping Pong SD se-kecamatan. Juga juara lari, juara cerdas cermat. Nah, waktu mau pembuatan ijazah SD, kebetulan Pak Karim juga jadi wali kelas 6. Pak Karim mempersilahkan jika ada yang mau nambah-nambah nama, berhubung ini adalah ijazah pertama. Maka saya angkat tangan, mohon nama saya di tambah nama pak guru. Pak Karim senyum-senyum, setuju. Itulah nak, nama bapak ini jadi Kasman Karim”.
Kampret            : “Bapak sudah pensiun?”
Pak Kasman    : “Sudah beberapa tahun yang lalu, nak Kampret. Alhamdulillah, sudah banyak pengalaman hidup dan karunia hidup yang bapak rasakan, nak. Ibarat waktu, usia bapak ini sudah masuk waktu ashar menuju maghrib. Maka yang terbaik, ya banyak mohon ampunan, banyak-banyak tumungkul marang Gusti ! jadi yang sekarang banyak bapak lakukan ya ikut momong cucu, dan siapkan perumahan P-21, nak Kampret !”
Kampret          : “Lho, bapak kan sudah ada rumah, kok masih mau membangun rumah tipe 21 ?”
Pas Kasman      : “He…he…he…, maksud bapak itu perumahan masa depan … tipe 2m x 1 m !”
Kampret            : “Maksud bapak… kuburan ?”
Pak Kasman      : “Lha apalagi nak, kalo bukan itu !”
Kampret       : “Waduuh, bapak sudah banyak berpikir dan siapkan dunia kuburan, padahal saya dunia perkawinan belum jalan, pak”.
Pak Kasman     : “Oo..Oo.. nak Kampret masih ‘joko thing thing’ to ? Ya sudah, semoga dapat segera ‘perawan thing-thing’ ya. Jika sudah cocok, cepet saja lamar, jangan tunda ! makin menunda, maka akan makin takut melakukan pernikahan ! cepat melangkah nak Kampret, YANG PENTING SHOLIHAH MESKIPUN CANTIK !
Pak Kasman telah mohon diri, setelah sebelumnya menepuk-nepuk pundak Kampret. Kampret sejenak masih tercengang, sambil sedikit-sedikit nyeruput-nyeruput bajigur yang sudah dingin.

Ft : 

  •  Setengah sepuh (jawa) = usia menjelang lansia.
  • Nuwun Sewu (jawa) = permisi.
  • Di kancani (jawa) = di temani.
  • Ora ono sing madani (jawa) = tidak ada yang menyamai.
  • Simbok (jawa) = ibu.
  • Paraban (jawa) = sebutan nama lain di luar nama asli dalam komunitas terbatas.
  • Mbah Kaum / Mbah Modin (jawa) = orang yang bisa memimpin do’a acara ritual / kematian.
  • Tumungkul marang Gusti (jawa) = sepenuh hati dan banyak-banyak mendekatkan diri pada Allah Ta’ala.
  • Momong (jawa) = menjaga, sambil mengajari dan menyenangkan anak.
 
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar