Maz Blangkon dan Kampret baru pulang dari layatan rumah
temannya, Maryoto, yang mana sang ayah Maryoto telah berpulang. Di trotoar
mereka berjalan, sambil sesekali memperhatikan lalu lalang kendaraan yang
nampaknya makin padat saja, tak sebanding dengan pengembangan jalan, sehingga
kemacetan sering mulai terjadi di mana-mana, meniru Jakarta. Sambil
berjalan, mereka asyik berbincang.
Kampret
|
:
|
“Maz, tadi sebelum jenazah diberangkatkan, istri almarhum beserta
semua anak dan cucu kok berkali-kali berputar lewat bawah keranda jenazah,
itu maksudnya apa maz ? Apakah itu hal wajib ?”
|
Maz Blangkon
|
:
|
Itu namanya surupan, Pret. Itu adalah bagian dari adat
kebiasaan saja, bukan wajib. Sedang yang wajib dari perawatan jenazah itu
ada 4 hal Pret, yakni : memandikan, mengkafani, menyolatkan dan
menguburkan jenazah. Nah, wajibnya mengurus jenazah itu adalah wajib
kifayah Pret, yakni kewajiban bagi seluruh warga sekitar. Tapi jika
sebagian warga sudah melaksanakan, maka gugurlah wajib kifayah itu,
Pret. Ini merupakan bentuk tanggung jawab komunitas dan kebersamaan Pret,
selain masing-masing ada tanggung jawab pribadi. Semua demi terselenggaranya
keseimbangan kehidupan, Pret. Makaten, mas Kampret kulo matur!”
|
Kampret
|
:
|
“Hainggih ! Tapi maz Blangkon belum jawab pertanyaan saya tentang
surupan tadi lho !”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Betttul mister Kampret. Lupa saya ! Begini Pret. Surupan
adalah bagian dari adat ya. Surupan berasal dari kata Sumurupan
yang bermakna membuat diri jadi faham / mengerti. Dalam adat kebiasaan
surupan, seakan ada pesan “sumurupo, yen kowe bakal arep
ngalami podho. Mulo, opo kowe wis nyawiske?” (Mengertilah, sesungguhnya
kamu akan mengalami kematian juga. Lalu, apa yang sudah kamu siapkan sebagai
bekal mati ?). Begitulah Pret, kira-kira nilai maknanya”.
|
Kampret
|
:
|
“Alhamdulillah, jelas tuntas maz ! Kamsia… kamsia…!”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Nah, hendaknya kita semua juga harus siap-siap lho Pret, karena
sesungguhnya kita semua adalah peserta antrian panjang kematian, dan
kita tak tahu dapat tiket nomer berapa ? Siapa tahu kamu dapat tiket
duluan, Pret !”
|
Kampret
|
:
|
“Waduhh, mati aku kalo sudah begini ! Maz Blangkon telah bikin
saya mati kutu ! Kawin belum, wis di weden-wedeni mati ! Tobaat… Tobaaat ! Ya
Allah, semoga saya bisa cepat kawin, hidup bahagia 50 tahun lagi, lalu baru
mati, jadi ahli surga !”
|
Maz Blangkon
|
:
|
“Amin Amin, mister Kampret !” |
Ft :
- Makaten kulo matur, mas Kampret (jawa) = demikian saya memberi
penjelasan, mas Kampret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar